Pinctada margaritifera adalah spesies kerang mutiara yang umumnya menghasilkan mutiara berwarna hitam sehingga dikenal sebagai mutiara hitam. Di Sulawesi Utara, spesies ini banyak menempati daerah laguna di perairan Arakan, Kabupaten Minahasa Selatan. Salah satu jenis mutiara yang bisa diproduksi dari spesies kerang ini adalah mutiara jenis mabĂ©. Namun, kajian ilmiah tentang struktur dan senyawa mutiara yang dihasilkan dari kerang P. margaritifera yang berasal dari perairan Arakan belum pernah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketebalan lapisan mutiara jenis mabĂ© berdasarkan pertambahan waktu dan mendeskripsikan bentuk struktur pada lapisan mutiara jenis mabĂ© berdasarkan pertambahan waktu. Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan dengan tiga kali masa sampling yaitu pada bulan kedua, keenam dan ketujuh. Pada bulan awal dilakukan penyisipan/penempelan inti mutiara setengah bulat berbahan plastik pada dinding bagian dalam dari cangkang kerang P. margaritifera. Pertumbuhan lapisan diamati dengan mikroskop stereo dan Scanning Electron Microscope SEM. Hasil pengamatan yang didapat adalah tebal rata-rata lapisan mutiara bulan kedua adalah 0,201 mm, bulan keenam adalah 1,026 mm dan 0,914 mm pada bulan ketujuh. Berdasarkan analisis SEM menunjukkan bahwa struktur bangunan lapisan mutiara seperti susunan batu bata dengan ukuran platelet aragonite rata-rata pada bulan kedua adalah 0,511 ”m dan pada bulan keenam adalah 0,604 ”m. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2014 13 Perkembangan Mutiara MabĂ© pada Pinctada margaritifera di Perairan Arakan, Sulawesi Utara The Development of MabĂ© Pearl from Pinctada margaritifera in Arakan waters, North Sulawesi Khesyia A. Makhas1*, N. Gustaf F. Mamangkey1, Desy M. H. Mantiri1 1. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam Ratulangi, Manado *e-mail Pinctada margaritifera is the pearl oyster species that generally produce black pearls. In North Sulawesi, this species occupies lagoon areas in Arakan, South Minahasa District. One type of pearls that can be produced from this species are mabe pearls. However, scientific studies based on the structure and the elemental compsitions of the produced pearls from P. margaritifera in Arakan waters has never been done. The purpose of this study was to assess the thickness of the pearls over the time and to describe aragonite structures composing the pearls. This research was carried out for seven months with three sampling times 2nd, 6th and 7th. Prior to this, half-round plastic nuclei were inserted glued into the internal part of the shell of P. margaritifera. The development of pearl layers were oberved under stereo microscope and Scanning Electron Microscope SEM. The average thickness of the pearls from the second, sixth and seventh month are respectively. W hile the average thickness of the aragonite platelets from the second and six month are and respectively. _________________________________________________________________________ Keyword Pinctada margaritifera, MabĂ© Pearl, Pearl Structure Pinctada margaritifera adalah spesies kerang mutiara yang umumnya menghasilkan mutiara berwarna hitam sehingga dikenal sebagai mutiara hitam. Di Sulawesi Utara, spesies ini banyak menempati daerah laguna di perairan Arakan, Kabupaten Minahasa Selatan. Salah satu jenis mutiara yang bisa diproduksi dari spesies kerang ini adalah mutiara jenis mabĂ©. Namun, kajian ilmiah tentang struktur dan senyawa mutiara yang dihasilkan dari kerang P. margaritifera yang berasal dari perairan Arakan belum pernah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketebalan lapisan mutiara jenis mabĂ© berdasarkan pertambahan waktu dan mendeskripsikan bentuk struktur pada lapisan mutiara jenis mabĂ© berdasarkan pertambahan waktu. Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan dengan tiga kali masa sampling yaitu pada bulan kedua, keenam dan ketujuh. Pada bulan awal dilakukan penyisipan/penempelan inti mutiara setengah bulat berbahan plastik pada dinding bagian dalam dari cangkang kerang P. margaritifera. Pertumbuhan lapisan diamati dengan mikroskop stereo dan Scanning Electron Microscope SEM. Hasil pengamatan yang didapat adalah tebal rata-rata lapisan mutiara bulan kedua adalah 0,201 mm, bulan keenam adalah 1,026 mm dan 0,914 mm pada bulan ketujuh. Berdasarkan analisis SEM menunjukkan bahwa struktur bangunan lapisan mutiara seperti susunan batu bata dengan ukuran platelet aragonite rata-rata pada bulan kedua adalah 0,511 ”m dan pada bulan keenam adalah 0,604 ”m. __________________________________________________________________________ Kata kunci Pinctada margaritifera, Mutiara MabĂ©, Struktur Mutiara Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2014 14 PENDAHULUAN Keindahan mutiara telah mempesona manusia sejak zaman dahulu kala; menjadikannya sebagai simbol kekuasaan, kemewahan dan perkembangan peradaban Strack, 2008. Beberapa spesies kerang mutiara dari genera Pinctada dan Pteria merupakan penghasil mutiara dan banyak digunakan sebagai perhiasan. Kerang mutiara dari kedua genera ini merupakan jenis kerang mutiara yang paling banyak dibudidaya untuk menghasilkan mutiara Southgate dkk., 2008. Secara spesifik, spesies kerang mutiara yang banyak dibudidaya adalah Pinctada fucata, P. maxima, P. margaritifera dan Pteria penguin. Keempat spesies ini banyak tersebar di kawasan Indo-Pasifik, mulai dari perairan Samudera Hindia sampai di Samudera Pasifik termasuk perairan Indonesia Wada dan TĂ«mkin, 2008. Kerang mutiara bibir hitam, Pinctada margaritifera adalah salah satu spesies dari genus Pinctada yang banyak digunakan untuk memproduksi mutiara hitam baik bulat maupun setengah bulat di wilayah Indo-Pasifik Tisdell dan Poirine, 2000 dalam Linard dkk., 2011; Ellis dan Haws, 1999. Jenis mutiara hasil kegiatan budidaya yang banyak diproduksi adalah dari jenis mutiara bulat dan mutiara setengah bulat blister atau mabĂ© Southgate dkk., 2008. Mutiara bulat adalah mutiara yang terbentuk dari inti yang dimasukkan ke dalam gonad sementara mutiara setengah bulat adalah mutiara yang disisipkan/dilekatkan pada cangkang bagian dalam dan menghadap mantel. Namun, informasi ilmiah tentang pembentukan mutiara di Indonesia masih langka apalagi secara spesifik pada mutiara jenis setengah bulat atau mabĂ©. P. margaritifera adalah kerang yang umumnya menempati zona litoral dan sublitoral pada daerah terumbu karang, juga pada daerah laguna di daerah tropis Wada dan TĂ«mkin, 2008; Yukihara, dkk., 1999 seperti di perairan Arakan, Sulawesi Utara. Namun demikian, potensi kerang ini untuk menghasilkan mutiara dari perairan Arakan, sejauh ini belum pernah dikaji. Terdapat lima faktor analisis kualitas mutiara yaitu kilau, warna, ukuran, bentuk dan kekasaran permukaan Taylor dan Strack, 2008. Penunjang kelima faktor tersebut di antaranya adalah dari struktur bangunan lapisan mutiara. Pada penelitian ini diharapkan akan mendapatkan deskripsi penunjang kualitas berdasarkan ketebalan dan struktur salah satu jenis mutiara yaitu mutiara setengah bulat atau mabĂ© yang terbentuk setelah disisip inti setengah bulat berbahan plastik. METODE PENELITIAN Sampel Pinctada margaritifera dikumpulkan dari perairan laut sekitar Desa Arakan, Kecamatan Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan Gambar 3. Sampel diambil pada bulan kedua, keenam dan bulan ketujuh setelah penyisipan inti mutiara. Dikarenakan keadaan lingkungan, maka pengambilan sampel pada bulan ke-3, 4 dan 5 tidak dapat dilakukan. Koleksi kerang P. margaritifera dilakukan dari sekitar perairan di Desa Arakan, sebanyak 20 kerang; 10 kerang kontrol dan 10 kerang uji. Pemilihan kerang P. margaritifera yang akan disisip inti mutiara dilakukan berdasarkan ukuran kerang yang sama dengan rata-rata ±SD dorsoâventral 8,75±0,79 cm. Kerang disisip dengan inti mutiara yang berbahan plastik dan berbentuk setengah bulat, dengan cara melekatkan inti mutiara ke cangkang bagian dalam setiap individu kerang. Kerang yang sudah selesai disisip inti mutiara dilabel, kemudian dimasukkan ke dalam pocket netâ. Setelah itu pocket netâ dibawa menggunakan perahu untuk diikatkan pada rumpon. Pocket netâ ditempatkan pada kedalaman 4 m dari permukaan laut. Pengukuran Ketebalan Lapisan Mutiara Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2014 15 Mutiara diambil dari cangkang dengan cara memotong bagian tepi mutiara sehingga menyisakan bagian setengah bulat. Mutiara kemudian dibelah dua secara simetris dengan memotong bagian mutiara tersebut secara vertikal, setelah itu, bagian yang dipotong dengan menggunakan bor kemudian diukur ketebalannya dalam mm menggunakan mikrosop stereo di laboratoium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis Struktur Bangunan Pada Lapisan Mutiara Analisisi struktur bangunan pada lapisan mutiara dilakukan dengan menggunakan SEM Scanning Electron Microscope. Selanjutnya, setiap lapisan aragonite dihitung rata-rata ketebalannya, dimana pengukuran dilakukan secara acak dalam ”m. HASIL DAN PEMBAHASAN Kerang mutiara Pinctada margaritifera yang disisip/ditempel dengan material plastik berbentuk setengah bulat pada cangkang bagian dalam kerang, berhasil membentuk mutiara jenis mabĂ©. Berdasarkan pengamatan visual dan pengukuran ketebalan lapisan mutiara yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo didapatkan bahwa lapisan mutiara telah terbentuk melapisi bagian plastik yang ditempelkan di cangkang. Lapisan mutiara yang membungkus material plastik setengah bulat ini mengalami peningkatan penebalan seiring dengan pertambahan waktu Gambar 1. Walaupun terjadi penebalan dalam dua kali monitoring bulan kedua dan keenam, namun peningkatan penebalan hanya sampai pada bulan ke enam, sementara data dari cangkang pada bulan yang ke tujuh menunjukkan penurunan tingkat ketebalan lapisan mutiara Gambar 2. Ketebalan lapisan mutiara teramati pada bulan kedua, adalah mm, pada bulan keenam adalah mm dan pada bulan ketujuh yaitu mm. Lapisan mutiara pada bulan Gambar 1. Lapisan mutiara yang makin menebal seiring pertambahan waktu Atas lapisan mutiara pada bulan kedua; Bawah, lapisan mutiara pada bulan keenam. Gambar 3. Ketebalan rata-rata lapisan mutiara mabe pada Pinctada margaritifera. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2014 16 kedua sampai bulan keenam mengalami peningkatan penebalan, sedangkan pada bulan ketujuh, lapisan mutiara ternyata mengalami penurunan ketebalan. Fenomena ini diasumsikan terjadi akibat kerang yang digunakan sebagai kerang uji berasal dari induk yang berbeda dan memiliki umur yang bervariasi Saucedo dan Southgate, 2008. Sehingga, ketika dilakukan sampling kerang pada bulan ketujuh dimungkinkan kerang tersebut memiliki umur yang jauh lebih tua daripada kerang yang disampling pada bulan-bulan sebelumnya. Dengan demikian, pada saat terjadi pelapisan terhadap inti pada kerang berumur tua akan mengalami kejenuhan dan cenderung bertumbuh lebih lambat Schöne, dkk., 2005. Akibatnya lapisan nakreous pun tak banyak. Selain faktor umur kerang, faktor lain yang diasumsikan mempengaruhi ditemukannya kerang yang tidak menebal pada bulan ketujuh adalah akibat faktor lingkungan yang membuat kerang menjadi stress dan terhambat pertumbuhannya Lucas, 2008; Saucedo dan Southgate, 2008. Struktur bangunan pada lapisan mutiara yang dipindai scanning dengan menggunakan SEM Scanning Electron Microscope menunjukkan struktur seperti batu bata. Hal yang sama juga pada struktur bangunan dari cangkang pembentuknya Gambar 3. Berdasarkan analisis SEM dan pengukuran platelet aragonite didapatkan bahwa pada bulan kedua rata-rata tebal lapisan aragonite pada mutiara adalah ”m dan pada bulan keenam adalah ”m. Sedangkan rata-rata lapisan aragonite pada cangkang kerang pada bulan kedua, keenam dan ketujuh adalah ”m, ”m dan ”m Gambar 4. Data lapisan aragonite untuk mutiara pada bulan ketujuh tidak dapat disajikan karena ada kesalahan pemindaian dari laboratorium rujukan Institut Teknologi Bandung. Susunan menyerupai susunan batu bata yang terbentuk baik dalam pelapisan mutiara maupun pada bagian sisi dalam kerang dipercaya sebagai susunan lapisan aragonite Addadi, dkk. 2006; Barthelat, dkk., 2007. Lapisan aragonite yang menyerupai batu bata ini melekat satu sama lain akibat adanya matriks protein Barthelat dkk., 2007. Keteraturan ukuran dan bentuk dari setiap lapisan akan mempengaruhi difraksi cahaya yang masuk sehingga secara otomatis akan mempengaruhi tingkat kilau dari lapisan mutiara atau cangkang internal Snow dan Pring, 2005. Berdasarkan data ukuran platelet aragonite didapatkan ukuran yang bervariasi, baik pada lapisan mutiara maupun pada lapisan internal bagian dalam cangkang. Terdapat juga perbedaan rata-rata ukuran platelet aragonite pada lapisan mutiara Gambar 3. Hasil SEM Scanning Electron Microscope dari lapisan aragonite yang menyusun lapisan mutiara kiri dan cangkang kerang kanan Pinctada margaritifera. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2014 17 dan lapisan internal cangkang, dimana lapisan aragonite pada mutiara cenderung memiliki ukuran yang lebih kecil. Sejauh ini belum ada studi yang mendetail untuk membandingkan antara lapisan aragonite pada mutiara mabe dan cangkangnya yang tumbuh dalam satu individu. Namun perbedaan pertumbuhan lapisan atau ketebalan aragonite dimungkinkan pada spesies yang berbeda maupun pada kondisi lingkungan yang berbeda Strack, 2006. Strack 2006 memaparkan lebih detail bahwa ketebalan platelet aragonite untuk mutiara hitam Pinctada margaritifera adalah dari sampai Sementara ukuran platelet terkecil pada mutiara Akoya dari Pinctada fucata, â dan yang terbesar pada mutiara air tawar â Perbedaan tingkat ketebalan berdasarkan waktu sampling umur bulan menurut Gambar 4 dan terdapat peningkatan rata-rata penebalan baik pada mutiara maupun pada cangkang. Namun, peningkatan penebalan hanya terjadi pada bulan kedua dan keenam sedangkan pada bulan ketujuh ketebalan lapisan aragonite menurun. Kondisi ini perbedaan ketebalan lapisan platelet aragonite berhubungan erat dengan tingkat ketebalan lapisan mutiara Sub Bab sebelumnya. Dimana ukuran platelet aragonite akan mengecil dan mempengaruhi ketebalan lapisan mutiara apabila diperhadapkan dengan kondisi ekstrim lingkungan atau berdasarkan usia kerang Schöne, dkk., 2005, Lucas, 2008; Saucedo dan Southgate, 2008. KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa 1. Ketebalan lapisan mutiara mengalami peningkatan dari bulan kedua mm sampai bulan keenam mm, tetapi mengalami penurunan ketebalan pada bulan ketujuh mm. 2. Lapisan mutiara tersusun dari lapisan platelet aragonite yang menyerupai tumpukan batu bata dengan rata-rata ketebalan lapisan aragonite pada mutiara bulan kedua adalah ”m dan pada bulan keenam adalah ”m. Gambar 4. Rata-rata ketebalan lapisan aragonite pada mutiara dan cangkang kerang Pinctada margaritifera Jurnal Pesisir dan Laut Tropis Volume 1 Nomor 1 Tahun 2014 18 DAFTAR PUSTAKA Addadi, L., D. Joester, F. Nudelman dan S. Weiner. 2006. Mollusk Shell Formation A Source of New Concepts for Understanding Biomineralization Processes. Wiley-VCH Verlag GmbH dan Co. KGaA, Weinheim. Chem. Eur. J. 2006, 12, 980 â 987. Barthelat, F., H. Tang, P. D. Zavattieri dan H. D. Espinosa. 2007. On the mechanics of mother-of-pearl A key feature in the material hierarchical structure. J ournal of the Mechanics and Physics of Solids 55 2007 306â337. Ellis, S. dan M. Haws. 1999. Producing pearls using the Black-lip Pearl Oyster Pinctada margaritifera. Center for Tropical and Subtropical Aquaculture Publication 141. Linard, C. L., Y. Gueguenb, J. Moriceaua, C. Soyeza, B. Huia, A. Raouxa, J. P. Cuifd, J. C. Cocharda, M. Le Penneccîdan G. Le Moullaca. 2011. Calcein staining of calcified structures in pearl oyster Pinctada margaritifera and the effect of food resource level on shell growth. Aquaculture Article of Press. Lucas, J. 2008. Environmental Influences. Dalam P. C. Southgate dan J. S. Lucas Eds., The pearl oyster. Elsevier, Amsterdam. Hal 187 â 229. Saucedo, Southgate, P. 2008. Reproduction, Development and Growth. Dalam P. C. Southgate dan J. S. Lucas Eds., The pearl oyster. Elsevier, Amsterdam. Hal. 131 â 186. Schöne, J. Fiebif. M. Pfeiffer, R. GleĂ, J. Hickson, A. L. A. Johnson, W. Dreyer dan W. Oschmann. 2005. Climate records from a bivalved Methuselah Arctica islandica, Mollusca; Iceland. Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology 228 2005 130 â 148. Snow, dan A. Pring. 2005. The mineralogical microstructure of shells PART 2. The iridescence colors of abalone shells. American Mineralogist, Volume 90, pages 1705â1711, 2005. Southgate, P. C., E. Starck, A. Hart, K. T. Wada, M. Monteforte, M. Cariño, S. Langy, C. Lo, H. Acosta-SalmĂłn dan A. Wang. 2008. Exploitation and Culture of Major Commercial Species. Dalam P. C. Southgate dan J. S. Lucas Eds., The pearl oyster. Elsevier, Amsterdam. Hal 303-356. Strack, E. 2008. Introduction of Pearl Oyster. Dalam P. C. Southgate dan J. S. Lucas Eds., The pearl oyster. Elsevier, Amsterdam. Hal 1-35. Strack, E., 2006. Pearls. Ruhle-Diebener-Verlag, Stuttgart, Germany, 707 hal. Taylor, J. dan E. Strack. 2008. Pearl Production. Dalam P. C. Southgate dan J. S. Lucas Eds., The pearl oyster. Elsevier, Amsterdam. Hal 273-302 Wada, K. T. dan I. TĂ«mkin. 2008. Taxonomy and Phylogeny. Dalam P. C. Southgate dan J. S. Lucas Eds., The pearl oyster. Elsevier, Amsterdam. Hal 37-75. Yukihira, H., D. W. Klumpp dan J. S. Lucas. 1999. Feeding Adaptations Of The Pearl Oysters Pinctada margaritifera And P. maxima To Variations In Natural Particulates. Mar Ecol Prog Ser ol. 182 161-173,1999. Ellia KristiningrumBendjamin Benny Louhenapessyp>Perkembangan usaha budidaya mutiara telah mengarah pada kegiatan industri yang terintegrasi. Terdapat 4 proses utama dalam budidaya tiram mutiara yaitu proses pembenihan, pendederan dan pembesaran tiram mutiara, serta proses operasi penyisipan nucleus. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tahapan budidaya tiram mutiara dan melakukan analisa perlu tidaknya pengembangan SNI untuk tahapan insersi nukleus ke dalam tubuh tiram mutiara. Metode analisa deskriptif berdasarkan data dari 3 pengusaha tiram mutiara yang berada di wilayah Bali, Labuan Bajo dan Manado digunakan untuk mengungkapkan budidaya tiram mutiara serta menganalisa kebutuhan pengembangan standarnya. Penelitian ini menemukan 4 SNI pendukung budidaya tiram mutiara yaitu SNI pendederan tiram mutiara, SNI tiram mutiara induk, SNI tiram mutiara spat dan SNI mutiara. Hasil analisa menunjukkan bahwa pengembangan standar untuk proses operasi atau teknik insersi tidak perlu dilakukan, hal ini dikarenakan faktor kompetensi pelaku insersi dan faktor eksternal lingkungan lebih mendominasi terhadap keberhasilan pembentukan mutiara, sehingga kualitas mutiara yang dihasilkan belum tentu seragam meskipun dilakukan dengan teknik insersi yang sama. Penyusunan tatacara dan persyaratan proses insersi tiram mutiara dijadikan dapat pedoman untuk mendukung standardisasi kegiatan budidaya tiram mutiara. 3 mu m and P. maxima SPM = ca 3 to 15 mg l-1, size > 4 mu m may be used for selection of optimum pearl culture also known as nacre, is the iridescent material which forms the inner layer of seashells from gastropods and bivalves. It is mostly made of microscopic ceramic tablets densely packed and bonded together by a thin layer of biopolymer. The hierarchical microstructure of this biological material is the result of millions of years of evolution, and it is so well organized that its strength and toughness are far superior to the ceramic it is made of. In this work the structure of nacre is described over several length scales. The tablets were found to have wavy surfaces, which were observed and quantified using various experimental techniques. Tensile and shear tests performed on small samples revealed that nacre can withstand relatively large inelastic strains and exhibits strain hardening. In this article we argue that the inelastic mechanism responsible for this behavior is sliding of the tablets on one another accompanied by transverse expansion in the direction perpendicular to the tablet planes. Three dimensional representative volume elements, based on the identified nacre microstructure and incorporating cohesive elements with a constitutive response consistent with the interface material and nanoscale features were numerically analyzed. The simulations revealed that even in the absence of nanoscale hardening mechanism at the interfaces, the microscale waviness of the tablets could generate strain hardening, thereby spreading the inelastic deformation and suppressing damage localization leading to material instability. The formation of large regions of inelastic deformations around cracks and defects in nacre are believed to be an important contribution to its toughness. In addition, it was shown that the tablet junctions vertical junctions between tablets strengthen the microstructure but do not contribute to the overall material hardening. Statistical variations within the microstructure were found to be beneficial to hardening and to the overall mechanical stability of nacre. These results provide new insights into the microstructural features that make nacre tough and damage tolerant. Based on these findings, some design guidelines for composites mimicking nacre are S. LucasThis chapter focuses the most important factors affecting pearl oysters as individual factors. Pearl oysters in their natural environment experience the simultaneous effects of a wide array of environmental factors. Food, almost inevitably, is a major environmental factor. Pearl oysters filter feed on suspended particulate matter SPM, consisting mainly of bacteria, microalgae, suspended organic matter, and inorganic particles. Particle size, density, composition, and digestibility affect the nutritional value of the SPM. Optimum densities of microalgae are in the 10-100 Ă 103 cells/mL range. As in all poikilotherms, ambient temperature profoundly influences pearl oysters through its effects on MR and related processes, such as respiration and feeding rates. Small diatoms are the predominate food of Akoya pearl oysters in some Japanese and Korean pearl farming areas. Quantity of food is also a major factor in the physiological condition, metabolic function, growth, and survival of pearl oysters. Studies of the influence of temperature on metabolic and related physiological processes of bivalves have shown that there is usually an optimum temperature or narrow temperature range for each species at which there is maximum MR, growth rate, and survival. Water currents are very important in bringing food and oxygen to pearl oysters and carrying away their wastes; however, strong currents may be deleterious by increasing suspended inorganic matter, interfering with filtering and preingestive processes. Pedro E SaucedoPaul C. SouthgatePearl oysters are typical marine bivalves in many features of their reproductive biology, embryological and larval development, and growth. They are protandrous hermaphrodites with various sex reversals during their lifetime in response to complex interactions of endogenous and environmental factors. They develop first as males and retain this condition for one or several reproductive cycles until changing sex. Pearl oysters have diffuse gonadial tissue, which is composed of small granular bags, acini. The acini contain stem cells, which may develop into oocytes or spermatocytes, the gametogenic processes being largely supported by energy and metabolites from the digestive gland and adductor muscle. The overall pattern of reproduction in pearl oyster populations is synchronous, with male and females undergoing sequential processes that lead to a simultaneous breeding period. Pearl oyster populations may spawn once or multiple times during a year. Spawning in pearl oysters is usually triggered by a change in the environment or presence of water-borne gametes. Early development follows the typical marine bivalve pattern of trochophore, D-stage veliger, umbo stage, eye-spot stage, pediveliger, metamorphosis, and newly settled spat. It takes in the order of 3-4 weeks. Development rates are particularly influenced by food availability and stored lipid is probably the primary energy reserve used during chapter provides information on cultured pearl production from the major commercial species and outlines problems encountered by these industries and bottlenecks to production. This chapter also presents broad information on the culture methods used for pearl oysters Commercial exploitation of pearl oysters goes back many centuries. Exploitation of Akoya pearl oysters for natural pearls has a long history with the earliest record of a pearl fishery being in India in 400 BC. Four Pinctada spp. have been the main targets Akoya, P. maxima, P. margaritifera, and P. mazatlanica The initial industries were generally based on the collection of shells for MOP, with natural pearls being found incidentally. Over-fishing of pearl oyster resources was a major factor in considering culture of pearl oysters for restocking and pearl production. Production of round cultured pearls from Akoya pearl oysters in Japan began in 1916 and the number of farms increased rapidly. The technology for producing cultured pearls subsequently spread to other countries and other species during the 20th century, with Japanese companies and Japanese technicians being strongly involved. Japan has also remained a major center for pearl marketing despite this diversification of the cultured pearl industry. Pearl fisheries and pearl culture industries have been characterized by large fluctuations in production and value. Fisheries have been affected by stock exhaustion and the development of plastic buttons. Cultured pearls are a luxury item and market fluctuations in demand and value reflect contemporary conditions of economic prosperity, supply versus demand, fashion, and pearl R. SnowThe iridescence colors of abalone shell arise from Bragg diffraction of light from the layers of the nacre. The thickness of the aragonite nacre tiles is locally regular but varies during the growth cycles of the shell and this can give rise to complex color play. In Paua shell Haliotis iris and in H. fulgens particularly the muscle scar shell the thickness of the nacre tiles varies from to ÎŒm, but locally the thickness is constant within domains of hundreds of tiles. Other species such as H. laevigata and H. rufescens are similar, but their tile thicknesses range from to ÎŒm. In all species, the color displayed changes with observation angle and is due to layer diffraction. In H. iris and H. fulgens, the colors displayed encompass the complete visible spectrum; color hues are pure and are well-defined first-order diffraction colors. Shells of the other species display red and green, but not blue colors. The colors are rendered most vividly where dark organic growth layers are formed. These absorb or scatter light and enhance the iridescence colors. The origin and nature of the diffraction colors are compared with those observed in labradorite and opal. The degree of regularity in tile thickness needed to allow diffraction colors to be generated is modeled using pearl sheet nacre and abalone shell columnar nacre as examples. The wavelength dispersion is proportional to the product of the squares of the refractive indices of the material, the normalized standard deviation of the thickness, and the order of the diffraction color. For this reason, only first-order diffraction color is seen from mollusc shell growth has been widely measured using fluorochrome marking. In order to test the efficiency and reliability of calcein staining on Pinctada margaritifera shells and pearls, the present study examined two administration methods, different concentrations and several immersion times. Immersion in a 150 mg Lâ1 calcein solution for 12 h to 24 h appeared to be the best method for marking P. margaritifera shells. For pearl marking, injection of a 200 mg Lâ1 calcein solution into the pearl pouch was the optimal method. Calcein marking was then used to measure the influence of food resource levels on the shell growth. Groups of 23-month-old P. margaritifera were fed at three trophic levels for two months. The two highest food levels tested 6000 cell mLâ1 and 15 000 cell mLâ1 induced uniform growth between the dorsal and ventral sides of shell, whereas the lowest food level 800 cell mLâ1 induced greater growth on the dorsal side. Shell deposits from the ventral side were observed using a scanning electron microscope, revealing that the difference of the trophic level over two months had modified the thickness of the aragonite tablets formed. These results showed that the trophic level is a major factor conditioning P. margaritifera biological approach to forming crystals is proving to be most surprising. Mollusks build their shells by using a hydrophobic silk gel, very acidic aspartic acid rich proteins, and apparently also an amorphous precursor phase from which the crystals form. All this takes place in a highly structured chitinous framework. Here we present ideas on how these disparate components work together to produce the highly structured pearly nacreous layer of the mollusk R SchöneJ M FiebifR PfeifferJ GleĂA L A HicksonW JohnsonW Dreyer DanOschmannSchöne, J. Fiebif. M. Pfeiffer, R. GleĂ, J. Hickson, A. L. A. Johnson, W. Dreyer dan W. Oschmann. 2005. Climate records from a bivalved Methuselah Arctica islandica, Mollusca;
Pembahasan Cangkang Pelecypoda tersusun dari tiga lapisan, yaitu periostrakum (paling luar), prismatik (lapisan kapur di bagian tengah), dan nakreas (lapisan mutiara). Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah A. nakreas.
Lapisan mutiara yang mengkilap pada cangkang tiram Margaritifera adalah.... A. nakreas B. mantel C. prismatik D. epitel E. periostraku Jawaban A. nakreas Pembahasan Cangkang kerang muatiara terdiri atas 3 lapisan, yaitu âą Periostrakum adalah lapisan terluar dari kitin yang berfungsi sebagai pelindung âą Lapisan prismatic tersusun dari kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma, âą Lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari lapisan kalsit karbonat yang tipis dan paralel. *Baca buku halaman 342 Baca Selengkapnya Pembahasan Uji Kompetensi Materi Animalia Kelas 10 Kurikulum 2013 unggullainnya yang dibudidayakan, adalah P. margaritifera, P. fucata dan Pteria penguin (Pteridae). juga terdapat lipatan/tonjolan mantel pada satu sisi atau dua sisi yang berlawanan pada cangkang tiram. Beberapa dari pelipatan tersebut merupakan jaringan kering, sebagai bagian kalsifikasi yang rendah, namun umumnya lipatan tersebut Abstract Pinctada margaritifera adalah spesies kerang mutiara yang umumnya menghasilkan mutiara berwarna hitam sehingga dikenal sebagai mutiara hitam. Di Sulawesi Utara, spesies ini banyak menempati daerah laguna di perairan Arakan, Kabupaten Minahasa Selatan. Salah satu jenis mutiara yang bisa diproduksi dari spesies kerang ini adalah mutiara jenis mabĂ©. Namun, kajian ilmiah tentang struktur dan senyawa mutiara yang dihasilkan dari kerang P. margaritifera yang berasal dari perairan Arakan belum pernah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketebalan lapisan mutiara jenis mabĂ© berdasarkan pertambahan waktu dan mendeskripsikan bentuk struktur pada lapisan mutiara jenis mabĂ© berdasarkan pertambahan waktu. Penelitian ini dilakukan selama tujuh bulan dengan tiga kali masa sampling yaitu pada bulan kedua, keenam dan ketujuh. Pada bulan awal dilakukan penyisipan/penempelan inti mutiara setengah bulat berbahan plastik pada dinding bagian dalam dari cangkang kerang P. margaritifera. Pertumbuhan lapisan diamati dengan mikroskop stereo dan Scanning Electron Microscope SEM. Hasil pengamatan yang didapat adalah tebal rata-rata lapisan mutiara bulan kedua adalah 0,201 mm, bulan keenam adalah 1,026 mm dan 0,914 mm pada bulan ketujuh. Berdasarkan analisis SEM menunjukkan bahwa struktur bangunan lapisan mutiara seperti susunan batu bata dengan ukuran platelet aragonite rata-rata pada bulan kedua adalah 0,511 ”m dan pada bulan keenam adalah 0,604 ”m. Pembahasan Kerang mutiara termasuk kedalam kelompok Pelecypoda. Sistem ekskresi Pelecypoda menggunakan sepasang nefridium yang berfungsi sebagai ginjal. Adapun sistem sarafnya terdiri atas otak, simpul saraf kaki, dan simpul saraf otot yang saling berhubungan. Sistem reproduksi Pelecypoda adalah seksual dengan gonokoris atau hermafrodit.ï»żBerandaLapisan mutiara yang mengilap pada cangkang tiram ...PertanyaanLapisan mutiara yang mengilap pada cangkang tiram Margaritifera adalah ....Lapisan mutiara yang mengilap pada cangkang tiram Margaritifera adalah nakreasmantelprismatikepitelperiostrakumJawabanjawaban yang tepat adalah A. nakreasjawaban yang tepat adalah A. nakreasPembahasanCangkang Pelecypoda tersusun dari tiga lapisan, yaitu periostrakum paling luar, prismatik lapisan kapur di bagian tengah, dan nakreas lapisan mutiara. Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah A. nakreasCangkang Pelecypoda tersusun dari tiga lapisan, yaitu periostrakum paling luar, prismatik lapisan kapur di bagian tengah, dan nakreas lapisan mutiara.Dengan demikian, jawaban yang tepat adalah A. nakreasPerdalam pemahamanmu bersama Master Teacher di sesi Live Teaching, GRATIS!5rb+Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!CCasaaicaPembahasan lengkap banget Ini yang aku cari!RCRahma Cahyaningrum Pembahasan lengkap banget Mudah dimengerti Makasih â€ïžÂ©2023 Ruangguru. All Rights Reserved PT. Ruang Raya Indonesia
Padacangkang tiram Margaritifera memiliki lapisan mutiara yang mengkilap yaitu from BIOLOGY 3010 at City University of Hong Kong. Study Resources. Main Menu; by School; by Literature Title; by Subject; Textbook Solutions Expert Tutors Earn. Main Menu; Earn Free Access;
Home Soal Sebutkan Lapisan Mutiara Yang Mengkilap Pada Kerang Tiram - Mutiara biasanya sangat indah, dan nggak akan pernah membosankan untuk dipandangi. Mutiara berasal dari hewan, yang disebut tiram. Jenis tiram penghasil mutiara adalah Margaritifera sp. Asia dan Meleagrina sp. Jepang dan Indonesia. Tiram sebenarnya merupakan hewan yang termasuk dalam kelas Pelecypoda Hewan Berkaki Pipih. Pelecypoda merupakan salah satu kelas dalam filum Mollusca hewan lunak.SOALLapisan mutiara yang mengkilap pada cangkang tiram Margaritifera adalah....A. nakreasB. mantelC. prismatikD. epitelE. periostrakuJawaban A. nakreasPembahasan Jadi kalian perlu tahu ne guys, bahwa cangkang kerang muatiara terdiri atas 3 lapisan, yaituPeriostrakum adalah lapisan terluar dari kitin yang berfungsi sebagai pelindungLapisan prismatic tersusun dari kristal-kristal kapur yang berbentuk prisma,Lapisan nakreas atau sering disebut lapisan induk mutiara, tersusun dari lapisan kalsit karbonat yang tipis dan paralel. Nah sudah tahu kan guys, jangan lupa komentar di bawah ya... makasih Maslikhah Seorang ibu rumah tangga yang memberikan informasi pendidikan dari sumber-sumber website terakurat FHCs.